Bangkit dari masa lalu yang hitam, ia tampil membawa penyegaran dalam
dunia dakwah. Dengan gaya dan bahasa yang khas ala anak muda ketika
menyampaikan ceramah, sebutan ustadz gaul pun melekat padanya. Meski
segmen pasar utamanya adalah kalangan anak muda, nyatanya ia dapat
diterima oleh segala usia.
Putra ketiga dari lima bersaudara bernama lengkap Jefri Al Bukhori ini
sejak kecil sudah diberikan pendidikan agama yang baik, termasuk
mengaji, oleh kedua orang tuanya Alm. H. Ismail Modal dan Ustz Dra. Hj.
Tatu Mulyana. Tak heran, berkat bimbingan orangtuanya, Jefri kecil sudah
fasih dalam membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Bahkan karena
kepandaiannya itu, pria kelahiran 12 April 1973 ini berhasil mencatatkan
prestasi saat masih duduk di bangku SD dengan menjuarai Musabaqah
Tilawatil Qur'an (MTQ) hingga tingkat provinsi.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, ia dan kedua orang kakaknya
Abdullah Riyad (alm) dan Aswan Faisal menjadi santri di Pesantren Modern
di Daar el Qolam Gintung, Balaraja Tangerang. Pola pendidikan pesantren
yang disiplin tampaknya sedikit mengekang Uje yang kala itu tengah
memasuki masa remaja, dimana ia tengah mencari jati diri. Namun, itu
tidak serta merta membuat Uje jadi pribadi yang santun.
Semasa jadi santri, Uje dikenal dengan kenakalannya. Ia kerap tidur atau
kabur dari pesantren untuk sekadar main dan nonton di bioskop saat
teman-temannya sesama santri menunaikan sholat. Karena ulahnya, pihak
pesantren terpaksa mengeluarkan Uje dari pondok pesantren tersebut.
Akibatnya, Uje hanya mengecap 4 tahun dari 6 tahun yang seharusnya
dijalani.
Setelah dikeluarkan dari pesantren, Uje dipindahkan ke Madrasah Aliyah
(MA), sebutan untuk sekolah Islam setingkat SMA. Keluar dari pesantren
rupanya bukan jawaban atas kenakalan Uje. Di MA, ia bukannya bertambah
baik, tapi sebaliknya malah semakin nakal.
Meski nakal, Uje akhirnya berhasil merampungkan pendidikannya di tahun
1990. Setelah lulus, Uje melanjutkan studinya di akademi broadcasting.
Kebetulan tepat di depan kampusnya yang terletak di bilangan Rawamangun,
Jakarta Timur, terdapat sebuah wahana bilyard. Lagi-lagi karena Uje tak
dapat menahan gejolak jiwa mudanya, kuliahnya terbengkalai karena ia
terlampau sering menghabiskan waktu di tempat tersebut. Tak hanya itu,
semasa kuliah ia kerap bergaul dengan para pemakai narkoba, di saat yang
bersamaan ia juga mulai mengenal dunia malam.
Pada tahun 1991, Uje bekerja sebagai dancer di salah satu tempat hiburan
malam. Di sela-sela waktu senggangnya, ia sering nongkrong di Institut
Kesenian Jakarta. Di saat para pemain sinetron sedang latihan,
kadang-kadang Uje menggantikan salah satunya. Itulah awal mulanya ia
masuk ke dalam dunia hiburan, khususnya dunia seni peran.
Suatu ketika, ia pun akhirnya ikut casting dan mendapat peran dalam
sebuah sinetron. Salah satu film yang pernah dibintanginya adalah
Pendekar Halilintar. Kemampuannya dalam berakting bahkan pernah diganjar
penghargaan sebagai pemeran pria terbaik dalam Sepekan Sinetron Remaja
yang diadakan TVRI pada 1991.
Di saat Uje masih meraba ke mana arah hidupnya, tahun 1995 ia bertemu
dengan seorang gadis yang kala itu berprofesi sebagai model sampul
majalah remaja Aneka bernama Pipik Dian Irawati. Empat tahun menjalin
kasih, Uje mantap menyunting
perempuan asal Semarang, Jawa Tengah itu pada 7 September 1999.
Pernikahan yang digelar secara siri itu baru diresmikan dua bulan
kemudian di kampung halaman mempelai
wanita. Keputusan itu terbilang berani, terlebih bagi Pipik, sang istri.
Pasalnya, Uje saat itu masih menjadi pecandu narkoba. Namun
ketergantungan sang suami pada barang haram itu tak menyurutkan cinta
Pipik. "Tatapan matanya yang tajam dan kharismanya membuat saya jatuh
hati," ujar Pipik, tersipu-sipu.
Uje mulai 'menemukan' Tuhan tatkala ia diajak umroh beserta ibu dan
kakaknya untuk bertobat. Dapat menginjakkan kaki di tanah sang nabi
mendatangkan sensasi tersendiri di hati Uje kala itu. Terlebih saat ia
dapat bersandar di Ka'bah, seketika ia teringat pada masa lalunya,
kelamnya kehidupan yang pernah ia jalani membuat air mata penyesalan
mengalir deras dari matanya. Saking merasa berdosanya, ia
membentur-benturkan kepalanya sambil meminta ampun kepada Allah SWT. Ia
berharap segala dosa yang telah dilakukannya dapat diampuni.
Setelah bertekad untuk meninggalkan kemaksiatan, Uje mendapatkan amanah
dari kakak tertuanya alm. Ust. H. Abdullah Riyad, untuk melanjutkan
dakwah kakaknya di Jakarta, karena alm Ust. H. Abdullah Riyad
mendapatkan kepercayaan dari MUIS (Majlis Ugame Islam Singapura) untuk
menjadi Imam Besar di Masjid Haji Mohammad Soleh, bersebelahan dengan
Maqam Habib Nuh Al Habsyi, Palmer Road, Singapura. Berawal dari usaha
pertobatannya, sejak saat itu Uje mulai berdakwah. Meski demikian, usaha
Uje untuk mensyiarkan agama Islam tak lantas berjalan mulus. Masa
lalunya yang kelam kerap membuatnya dipandang sebelah mata oleh
segelintir orang.
Seperti saat ia didaulat menjadi imam karena kepandaiannya melafazkan
ayat-ayat suci Al-Qur'an. Namun, begitu mengetahui Uje yang akan menjadi
imamnya, jamaah masjid itu pun seketika membubarkan diri. "Ngapain
salat diimami sama tukang mabok," kata seorang jamaah, yang dituturkan
kembali oleh Pipik. Kenyataan itu sempat membuat Uje merasa down kala
itu. Ia berpikir, menjadi imam saja bubar, gimana mau berdakwah. Di saat
seperti itulah peran keluarga yang mendorongnya untuk terus maju sangat
berarti bagi Uje.
Akhirnya dengan kesabaran dan ketekunan sambil terus menambah ilmunya,
Uje mulai berdakwah di majelis taklim, mushola, dan masjid. Ia berdakwah
pertama kali di sebuah masjid di Mangga Dua. Pipik Dian Irawati,
istrinya, menuliskan teks dakwah yang mesti disampaikan saat itu.
Hasilnya, honor ceramah sebesar Rp 35.000 dia bawa pulang dan langsung
diberikan kepada istrinya. "Inilah rezeki halal pertama yang saya kasih
ke kamu," kata Uje kepada Pipik, sambil terisak-isak. Akhirnya
perlahan-lahan tapi pasti, namanya mulai dikenal oleh masyarakat seperti
sekarang ini. Sebagai pendakwah, Uje banyak dikagumi oleh berbagai
kalangan.
Selain piawai menyampaikan ceramah keagamaan, kemampuan bermusik ayah
empat anak itu pun cukup mumpuni. Kelebihannya itu ia gunakan ketika
menyampaikan dakwahnya dalam bentuk lagu-lagu Islami. Debut albumnya,
Lahir Kembali diluncurkan tahun 2006. Beberapa lagu diciptakannya
sendiri dan dinyanyikan bersama
penyanyi lagu-lagu religi, seperti Opick.
Manusia boleh berencana tapi Tuhan jua yang menentukan. Uje meninggal
dunia di usia yang terbilang muda, 40 tahun, setelah mengalami
kecelakaan sepeda motor pada Jumat (26/4/2013) dini hari di kawasan
Gedong Hijau, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kepergian Uje itu membuat
banyak orang terkejut. Sejumlah tokoh dan ribuan jamaah melakukan sholat
jenazah di Masjid Istiqlal dan mengantar jenazah ke pemakaman di TPU
Karet, Jakarta Selatan. Beberapa hari sebelum wafatnya, Uje menyampaikan
sebuah pesan dalam twitternya dengan tulisan, "Pada akhirnya semua akan
menemukan yang namanya titik jenuh dan pada saat itu kembali adalah
yang terbaik".
Biografi Ustadz Jefri Al-Bukhori
- Rabu, 11 Februari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar